Sultan Osman Al Sani Perkasa Alamsyah
Quick Facts
Biography
Sultan Osman Al-Sani Perkasa Alamsyah dilahirkan pada 20 Agustus 1900 dengan nama Tengku Otteman di Istana Maimoon. 20 Desember berangkat ke Betawi untuk bersekolah lalu kembali ke Deli pada 1918. Kemudian pada tahun 1924 Dia dititah oleh Paduka Ayahandanya Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah untuk bekerja di pejabat (Kantor) Tuanku Sultan. Sultan Osman Al-Sani Perkasa Alamsyah memerintah antara 1945-1967. Gelar setelah mangkat adalah Marhom Tawakkallah.
Ketika sampai usia Tengku Otteman itu 25 tahun, Paduka ayahandanya berikhtiar untuk memperistrikannya. 7 Mei 1925 dilangsungkanlah pernikahan di antara Tengku Otteman dengan Raja Amnah putri dari Raja Chulan Raja Dihilir Negeri Perak (Malaysia), pernikahan itu berlangsung Agung di dua kerajaan, di deli dan di Perak. Setahun setelah itu pada tanggal 12 Maret, Gubernur Jendral Hindia Belanda mengeluarkan Besluit (Surat Resmi) yang menetapkan Tengku Otteman sebagai Tengku Mahkota.
Kejadian ini dirayakan besar-besaran di Istana Maimoon pada 12 Juli 1926 dengan adat istiadat yang Qanun. Tuan Gewestelijk Sekretaris membacakan surat besluit itu dihadapan kumpulan orang-orang besar, orang bergelar, dan kaum kerabat di balairung Istana. Kemudian surat besluit itu diserahkan oleh Tuan Gubernur Jenderal Hindia Belanda kepada Tengku Mahkota yang sedang bersemayam diatas Pelaminan bertingkat 7, yang berwarna kuning bersendi hijau. Kemudian dititah menghadap Datuq Seri Indera Pahlawan Wazir Serbanyaman untuk membacakan Surat Cindra gelaran yang isinya sebagai berikut:
Perman Sahifah Angkatan
Bahwa kita Seripaduka Tuanku Sultan Amaluddin Al Sani Perkasa Alamsyah, yang bertahta dan memerintah kerajaan di dalam negeri Deli serta daerah rantau jajahan takluknya. Seketika semayam di Istana Maimoon adanya. Setelah membaca risalah persembahan orang besar-besar wazir kita yang di dalam kerajaan negeri deli serta daerah rantau jajahan kita yang bertanggal 1 hari bulan november 1925
Dan mendengar lagi permusyawaratan sekata taswar sembahnya yang disuntingkan bersuara pada risalah itu menyambung perjalinan yang bersambutan dengan surat yang sudah qanun di dalam kerajaan yang dimaklumkan bertambat-tambatan adat yang diistiadatkan dari zaman purbakala. Bahwasanya putra kita yang sulung bernama Tengku Otteman sepanjang tilikan pemandangan orang besar-besar wazir kita itu yang putra kita itu baik perlakuannya dan sejahtera perangainya. Maka dengan kenyataan itu dipohonkan oleh orang-orang besar wazir kita di dalam masa yang jernih ini ditetapkan akan jadi ganti kita ini yang bertahta dan memerintah kerajaan di dalam negeri deli serta perdaerahnya rantau dijajahan takluknya pada akhir kita adanya.
Bahkan kalam perkataan yang matang itu cemerlang sinarnya dizihin kita yang bersih membuka pintu buat kita yang ikhlas mengikut mengabulkan sebagai maksud dimastur dipermohonan orang besar-besar wazir kita itu dengan menepati jalan-jalan saluran yang sudah di ma’tabarkan oleh Almarhum Seripaduka Sultan yang dahulu. Istimewa pula yang Seripaduka Tuan Besar Gubernur Pesisir Timur. Pulau pertja telah sepakat dengan setuju perihal dibebankan lembaga itu akan diletakkan diatas diri putera kita sebagai yang diwartakan. Tambahan lagi dengan kebenaran yang dipertuan besar Gubernur Generaal tanah Hindia Nederland sebagaimana yang berlukis sabdanya pada syatar sijil yang mubarak besluit angkatan bagi putra kita itu yang bertarikh 12 hari bulan maret tahun 1926 no. 2 adanya Syahdan oleh karena sudah takhsis perihal itu tsabit qararlah paham kita dengan timbangan yang mustahak limpah kurnia kita mengangkat serta menggelari putra kita itu dengan gelaran Tengku Mahkota Kerajaan Negeri Deli dengan meneguh sebagai keteguhan menyimpulkan rahim ihsan kita bagi putra kita itu manakala kita keuzuran atau ketakdiran Tuhan yang maha kuasa Khalikul Asja’i maka putra kita itulah jadi badan ganti kita menjadi Sultan Negeri Deli, karena itu di’itibarkan lagi kepadanya suatu nasihat yang muslihat seyogya bersunggu-sungguh tak dapat tiada hendaklah mengekali memegang sifat resmi raja-raja bertabi’at yang terlebih baik lagi yakni suka berbuat bakti dan bertertib kelakuan yang lemah lembut, santun, sopan, yakin, setia, rajin. Tulus ikhlas kasih dan sayang kepada hamba rakyatnya yang berpanjang-panjangan mencari keselamatan nama yang harum agar kelak dapat dipuji di belakang hari. Wabillahi’taufik walhidayat Intahil’kalam adanya.''
Termaktub di Istana Maimoon
Pada 12 hari bulan Juli 1926
Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah
Seketika setelah tamat bacaan Surat Cindra gelaran itu Bentara Kiri memberikan tanda alamat untuk menembakkan mariam sebanyak 7 das. Selesai daripada itu Tengku Mahkota berangkat turun dari Balairung Istana menuju Panca Persada diiringi oleh orang besar-besar, anak-anak raja agar dimuktabarkan lantik gelaran itu kepada sekalian hamba rakyat. bentara kiri berseru kepada sekalian mereka itu untuk mengangkat sembah, kemudian berangkatlah Tengku Mahkota menuju Mesjid Raya kota Ma’sum untuk sholat dan ziarah kubur lalu kembali pulang ke istana untuk Jamuan santap.
Pada keesokan harinya diadakan pula Istiadat Pengurniaan Gelar kepada Raja Amnah (Istri Tengku Mahkota) bergelar “Tengku Puan Indera” dengan upacara kebesaran sebagaimana yang dilakukan. 16 Mei 1931, dengan kurnia dan kebenaran Paduka Ayahandanya berangkatlah Tengku Mahkota bertamasya ke Eropa bersama dengan Putera Mahkota Serdang dan adindanya Tengku Amiruddin. Kemudian mereka menghadap Ratu Wilhelmina dan keluarganya. Tengku Mahkota juga mengunjungi Negeri Mesir dan lain-lain tempat di Egypte.
Pada 26 Januari 1934 Tengku Puan Indera mangkat dalam keadaan hamil. Almarhumah itu dikebumikan dimesjid raya kota Ma’sum. Kemudian pada 16 Agustus 1934 Tengku Mahkota berangkat ke Pulau Pinang (Malaysia) terus menuju Kuala Kangsar, Perak (Malaysia) untuk menitipkan putra-putri nya disana karena Tengku Mahkota harus mengiringi Ayahandanya ke Betawi dalam rangka Perayaan upacara jubli Ratu Wilhelmina. 8 tahun kemudian oleh Paduka Ayahandanya dipinanglah Putri Raja Kecil Sulung Perak adinda dari Sultan Perak. Putri itu bernama Raja Nor Shida adinda dari Raja Nor Aziah istri Tengku Amiruddin (Adinda Tengku Mahkota). Perkahwinan antara Tengku Mahkota dan Raja Nor Shida dilangsungkan meriah pada 11 April 1935.
Kemudian setelah itu Raja Nor Shida digelar “Tengku Puan Besar” dan ketika itu juga Istri Tengku Amiruddin diubah gelar menjadi “Tengku Puan Bongsu”. Sultan Osman Al-Sani Perkasa Alamsyah diangkat menjadi Sultan Deli XI pada tahun 1945, walau pada dasarnya Indonesia sudah merdeka kedudukan Sultan itu hanya merupakan Kepala Adat, namun keberadaan Sultan Deli masih di hormati. Pada tahun-tahun berikutnya Sultan Deli terus melaksanakan kekuasaannya sebagai Kepala Adat. Sultan Osman Al-Sani Perkasa Alamsyah mangkat pada Usia 67 di Kuala Lumpur Malaysia dan di makamkan di Komplek Pemakaman Sultan Deli di Mesjid Raya Al Mashun Medan.