Wahyu Wibisana
Quick Facts
Biography
Wahyu Wibisana adalah salah satu sastrawan Sunda yang lahir di Tasikmalaya pada tanggal 19 Januari 1935. Selain menjadi sastrawan dan tokoh budayawan, Wahyu juga adalah seorang guru yang telah pensiun. Riwayat pendidikannya lulusan dari IKIP Bandung. Wahyu banyak melahirkan karya, baik berupa tulisan maupun karya seni. Tulisannya berupa karya sastra berupa puisi, cerita pendek, esai, dan buku-buku bahasa Sunda. Dari sisi seni, Wahyu juga telah meghasilkan karya berupa gending karesmen. Karya gending karesmen yang cukup terkenal yaitu Si Kabayan jeung Raja Jimbul. Ketika berusia 19 tahun, sajak-sajak karya Wahyu sudah dimuat di majalah Soneta Sunda. Selain itu, sajak-sajaknya juga banyak diaransemen menjadi sebuah lagu atau kawih oleh Mang Koko. Hasilnya bisa didengarkan, seperti “Samoja”, Bungur Jalan ka Cianjur”,”Di Langit Bandung, Bulan keur Mayung". Wahyu Wibisana meninggal pada tanggal 13 Oktober 2014, dan dimakamkan di Cisayong, Tasikmalaya. Untuk mengenang jasa Wahyu Wibisana dalam mengembangkan budaya dan sastra Sunda, Universitas Padjadjaran membuat sebuah pagelaran yang berjudul "Ti Cisayong ka Cisayong".
Karya Sastra
Wahyu Wibisana sangat aktif menulis karya sastra, utamanya beliau sangat berdedikasi dalam pengembangan karya sastra Sunda. Beberapa karyanya ada yang diberi judul Anaking Jimat Awaking yang diterbitkan tahun 2002 oleh PT. Kiblat. Ada juga karya sastra yang Ia tulis dalam bentuk naskah drama, yang diberi judul Geber-Geber Hihid Aing yang diterbitkan oleh PT. Pustaka Sunda pada tahun 2010. Wahyu Wibisana sangat totalitas dalam mengembangkan bahasa Sunda melalui karya sastra dan pendidikan. Hal ini dibuktikan dari penyususan cerita pantun Mundinglaya Dikusumah yang dikhususkan untuk bacaan anak-anak. Hal ini, mungkin karena latar belakang Wahyu adalah seorang pendidik (guru). Buku tersebut diterbitkan PT. Rahmat Cijulang pada tahun 1982. Selain karya sastra, Wahyu juga dipercaya untuk menyusun buku pelajaran bahasa Sunda untuk siswa SD kerja sama dengan Geger Sunten tahun 1995 dan buku Ngamumule Basa Sunda tahun 2011 yang diterbitkan oleh PT. Kiblat. Karya-karya lainnya yaitu, Dua Utusan (1956), Wangsit Siliwangi (1964), Tonggérét Banén (1967), Tukang Asahan (1978), Urang Naon di Cinaon (Kumpulan Sajak-1992), Riring-Riring Ciawaking (1999), dan lain-lain.
Gending Karesmen
Selain aktif di dunia menulis karya sastra, Wahyu Wibisana juga aktif menggarap Gending karesmen. Garapan Gending karesmen adalah gabungan dari beberapa unsur kesenian. salah satu kesenian tersebut adalah seni sastra. Dalam pementasannya seni sastra berfungsi sebagai media melagukan narasi dari naskah yang berupa cerita dan lakon, atau biasa disebut prosa liris. Karya gending karesemen yang terkenal yaitu "Mundinglaya Saba Langit", "Galunggung Ngadeg Tumenggung", dan "Si Kabayan jeun Raja Jimbul".
Prestasi
Di tahun 2012, Wahyu Wibisana mendapatkan penghargaan dari Ikatan Penerbit Indonesia Jawa Barat sebagai penulis buku berbahasa Sunda. Menurut dewan juri penghargaan tersebut layak diberikan kepada Wahyu, karena Ia produktif dalam menulis dan selalu memberikan nilai-nilai budaya Sunda dalam setiap karyanya. Penghargaan tersebut diberikan dalam acara Pesta Buku Bandung tahun 2012 yang digelar di Landmark Convention Hall, Braga. Pada tahun 2013, Wahyu medapatkan penghargaan Anugerah Rumawat Padjadjaran dibidang kebudayaan yang diselenggarakan oleh Universitas Padjadjaran, Bandung. Penghargaan tersebut diberikan pada saat memperingati Dies Natalis ke-56, Universitas Padjadjaran. Wahyu juga berdedikasi sebagai inisiator dari terbitnya majalah Mangle. Manglé adalah majalah yang terbit satu bulan sekali, dengan bahasa pengantar menggunakan bahasa Sunda. Didirikan di Bogor tanggal 21 November tahun 1957. Wahyu yang memberi nama untuk majalah tersebut dengan sebutan Mangle, dalam bahasa Sunda berarti ranggeuyan kembang atau untaian bunga. Pada tahun 2018, buku Kumpulan Carpon Hiji Tanggal nu Dipasinikeun masuk menjadi nominasi penerima Hadiah Sastra Rancage, yang harus bersaing dengan 15 judul buku lainnya. Hadiah Sastra Rancage merupakan salah satu penghargaan sastra yang diberikan pleh Ajip Rosidi kepada sastrawan Sunda, Jawa, Bali, yang berjasa dalam mengembangkan dan merawat sastra daerah. Kumpulan Carita Pondok Hiji Tanggal nu Dipasinikeun merupakan karya yang diterbitkan oleh Pustaka Jaya, pada tahun 2017 yang didedikasikan untuk mengenang Wahyu Wibisana dan karya-karyanya. Namun sayang, karya yang mendapatkan Hadiah Sastra Rancage yaitu "Miang" karya Nazarudin Azhar yang diterbitkan Langgam Pustaka, Tasikmalaya.
Kolaborasi dengan Karya Mang Koko
Sajak-sajak karya Wahyu Wibisana sering diaransemen menjadi sebuah lagu atau kawih oleh Mang Koko. Mang Koko adalah tokoh besar seniman Jawa Barat, yang telah menghasilkan ribuan kawih Sunda. Wahyu Wibisana pernah bekerja sama dengan Mang Koko dalam menulis lirik lagu. Hasilnya adalah sebagai berikut:
Samoja
Kedal na asih na bulan pinuh mamanis.
Hiji jangji pasini na rasmining wanci
Mangsa samoja jongjon kembangan.
Duh eulis langit lenglang. Angin rintih dina ati … aduh.
Lalakon lawas na bulan pinuh katineung.
Aya jangji pasini nu heunteu ngajadi.
Mangsa samoja geus ngarangrangan…. Duh ieung.
Langit anggeub samagaha dina ati … duuh.
Ayeuna kantun wa’as na jungjunan.
Lalakon katukang diteang ngan ku ciptaan.
Kamari nu pamit … kamari nu pamit.
Datang deui na kalangkang.
Ayeuna kantun ngangres na jungjunan
Lalakon nu lawas (peugat) di sambung ngan ku ciptaan.
Kamari nu leungit …. Kamari nu leungit.
Rek leubeung mo datang deui.
Di Langit Bandung, Bulan keur Mayung
Jangjang peuting geus ngalingkup
Ngarungkupan dayeuh Bandung
Anu hibat sinar lampu
Panto ati geus narutup
Mipindingan kawih asih
Anu halon tur halimpu
Geus paanggang geuning urang pajauh
Rek ka saha diri, nyungkem nyaluuh
Nu diungsi geuning nu diteangan
Duh ieung, teu tembong-tembong
Geuning taya ngiberan
Di lalangit-langit Bandung
Ngempur hurung bulan keur mayung
Di lelemah-lemah bandung
Kapidangdung-kapidangdung
Diri dirungrung
Di lalangit-langit Bandung
Ngempur hurung bulan keur manggung
Dilelemah-lemah Bandung
Kapidangdung-kapidangdung
Diri ditundung