Slamet Suradio
Quick Facts
Biography
Slamet Suradio (lahir di Purworejo, Jawa Tengah, 18 Agustus 1939; umur 80 tahun) adalah mantan masinis kereta api di Indonesia. Ia merupakan terdakwa atas kasus Tragedi Bintaro tanggal 19 Oktober 1987. yang dituduh mengakibatkan 139 korban tewas dan sekitar 254 orang luka parah. Peristiwa nahas ini sontak menjadi perhatian publik dunia pada waktu itu karena kecelakaan kereta api tersebut merupakan kecelakaan paling mengerikan dalam sejarah perkeretaapian Indonesia.
Karier
Awal karier
Suradio mulai mengabdi di Perkeretaapian Indonesia Pada tahun 1964 dan mengawali kariernya menjadi masinis pada tahun 1971. Pria lulusan SMP ini memulai kariernya di Perusahaan Negara Kereta Api (kini PT Kereta Api Indonesia) sejak ia berumur 25 tahun. Ia diterima bekerja sebagai pegawai perkeretaapian di Inspeksi Jakarta. Mulanya, Suradio bertugas melakukan perawatan terhadap kereta sebelum diberangkatkan. Pada tahun 1966, ia mengikuti ujian menjadi asisten masinis dan lulus; lima tahun berikutnya menjadi masinis berpangkat pengatur muda.
Tragedi Bintaro I
Pada tanggal 19 Oktober 1987, pada pukul 06.45 pagi itu, terjadi tabrakan berhadapan antara KA 225 dan 220 di Pondok Betung, Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. KA 225 ditarik lokomotif BB306 16 dengan Suradio sebagai masinis, Soleh sebagai asisten masinis, dan Adung Syafei sebagai kondektur. Sementara itu, KA 220 ditarik lokomotif BB303 16 dan dimasinisi oleh Amung Sunarya, dengan asistennya, Mujiono.
"Yang seharusnya saya di Sudimara bersilangan dengan KA 220 dibatalkan oleh PPKA yang sedang dinas. Jadi kalau ada orang mengatakan "berangkat sendiri", itu bohong. Apa untungnya saya memberangkatkan kereta sendiri?"
"Jadi hakim percayanya saya tidak loncat itu karena ada bercak darah. Makanya (isu) di Internet itu yang buat siapa? Saya bingung itu, sedangkan hakim sendiri mengatakan (saya) nggak loncat. Ada katanya saya loncat, itu bohong sekali, itu orang fitnah, jelas fitnah!"
Berbeda dengan tudingan di pengadilan dan laporan akhir PJKA bahwa Suradio memberangkatkan sendiri kereta apinya tanpa izin, Suradio mengatakan dengan tegas bahwa dirinya "sama sekali hanya mengikuti instruksi dari PPKA Sudimara menggunakan PTP tersebut." Bahkan Suradio berkali-kali menegaskan bahwa tudingan tersebut adalah sebuah "kebohongan besar". Ia juga menegaskan bahwa tak ada hal apa pun yang dikhawatirkan karena ia merasa tak melihat semboyan apa pun yang diterimanya.
Saat terjadi tabrakan, Suradio juga meluruskan apa yang diberitakan di media, termasuk dalam koran Pembaruan yang pertama kali membahas mengenai Tragedi Bintaro 1987 yang menulis "masinis lompat" pada koran tersebut. Ia menanggapi: "Kaki saya ngesot-ngesot tidak bisa jalan, akhirnya saya merambat melalui jendela." Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa saat terjadi tabrakan, Suradio tergencet oleh badan lokomotif dalam keadaan bersimbah darah dan dijemput oleh seorang wanita dengan mobilnya ke rumah sakit. Dalam keadaan PTP masih memiliki bekas bercak darah, Suradio berhasil membuktikan kepada hakim bahwa dirinya tergencet dan tidak melompat, dan menuding bahwa orang yang menuliskan berita tersebut adalah "orang fitnah."
Sanksi dan pemecatan
Slamet akhirnya divonis hukuman 5 tahun penjara dan harus kehilangan pekerjaannya sebagai masinis. Ia ditahan di Lapas Cipinang dan bebas pada tahun 1993. Sejak saat itu, Slamet sempat hanya apel di kantornya karena sudah dibebastugaskan. Pada tahun 1994 ia dipecat dari jabatannya sebagai masinis; kemudian Nomor Induk Pegawai Perkeretaapiannya, 120035237, dicabut pada 1996 oleh Departemen Perhubungan Indonesia. Ia pun tidak mendapat uang pensiun.
Kehidupan kini
Setelah dipecat dari Perumka, Slamet Suradio akhirnya memilih kembali ke kampung halamannya, di Kabupaten Purworejo. Kini, sosok Slamet Suradio menjadi pedagang rokok di Kutoarjo.
Lihat pula
- Tragedi Bintaro