Lim Bak Meng
Quick Facts
Biography
Lim Bak Meng (lahir 22 September 1908 – meninggal 30 April 1981 pada umur 72 tahun) adalah seorang pejuang dari Kalimantan Barat dan politisi Partai Persatuan Dayak. Namanya terkenal pada tahun 40 sampai 70an, karena ia banyak menempati jabatan penting di Kalimantan Barat.
Masa kecil dan karier awal
Lim lahir di Kubu Raya pada tanggal 22 September 1908. Sejak Sekolah Menengah Atas, ia sudah ikut organisasi olahraga seperti organisasi sepak bola, basket, dan tenis di Sanggau, Sambas, dan Mempawah.
Karier politik dan kontribusi
Pra-kemedekaan
Kemudian, Lim juga mengikuti gerakan politik nasionalis di bawah partai Persatuan Indonesia Raya yang memperjuangkan kemerdekaan. Dan selain itu pula, Lim aktif mengajarkan dan menyebarkan Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah Tionghoa daerah Sungai Pinyuh, Ketapang, Sambas, Mempawah, Sekadau, dll.
Pada 1941, didirikan sebuah partai bernama Dayak in Action (DIA) di Putussibau dengan ketua pada awalnya adalah F.C.Palaoensoeka dan seorang pastor Jawa Adikarjana dan Lim menjadi bagian dari partai ini. Lalu, partai ini dipindahkan ke Pontianak dan namanya diubah menjadi Partai Persatuan Dayak pada 1 November 1945.
Setelah kemerdekaan
Pada masa Revolusi Kemerdekaan, perannya begitu penting dan menonjol. Maka, pada 12 Mei 1947, ia menjadi anggota dewan administratif Daerah Khusus Kalimantan Barat yang disebut Dagelijk Bestuur atau Badan Pemerintah Harian (BPH); dari orang PPD ada Oevaang Oeray, Lim Bak Meng sendiri (orang Cina Katolik) dan AF Korak. Dan ada pula HM Sauk yang bukan dari PPD.
Bersama Dr. Soedarso, Thomas Blaise, Hasan Fattah, Ismail Hasan, dan tokoh-tokoh lainnya mendirikan Badan Pemberontakan Indonesia Kalimantan Barat dan tokoh seperti Thomas Blaise melakukan gerakan bawah tanah di daerah pesisir Kalimantan. Perjuangan itu terus dilakukan hingga persetujuan Konferensi Meja Bundar tahun 1949.
Pada tahun 1950, Partai Dayak kekurangan dana untuk kongres partai. Lim Bak Meng membuat sebuah perusahaan perdagangan kecil, tetapi perusahaan ini tidak sukses yang namanya NV Tjemara. Perusahaan ini ia buat untuk mendanai kongres Partai Dayak pada tahun itu. Partai ini sudah melakukan 2 upaya lain, yakni mengharapkan bantuan relawan dan membuat suatu kebijakan lain, yakni 3 persen PNS Dayak disuruh untuk memberikan 3% gaji mereka untuk pendanaan ini.
Pada 1951 ia menjadi anggota KMK Kalbar. Tahun 1952 ia mendirikan Partai Katolik Komisariat Kalbar dan memegang jabatan Ketua I. Partai ini kemudian menjadi salah satu yang paling diperhitungkan di Kalbar saat itu. Kemudian, pada 20 Mei 1958 dia menjadi anggota Dewan Pleno Front Nasional Pembebasan Irian Barat di daerah Kalimantan Barat. Dia juga tercatat sebagai pendiri klinik “Kharitas Bhakti”, yang sekarang dikenal sebagai RS Kharitas Bhakti di Pontianak.
Pada tanggal 6 November 1958, ia dilantik oleh Mendagri sewaktu itu, Sanusi Hardjadinata sebagai anggota DPRD Kalbar bersama kesebelas kawannya yang lain dari PPD. Tahun 1959, ia disumpah menjadi angora Dewan Daerah Swatantra Tingkat I Kalbar. Pada tahun ini pula, ia menjadi Pembina Lembaga Kesatuan Bangsa.
Pada tahun 1960, sewaktu Konfrontasi Indonesia-Malaysia, ia diutus ke Sarawak untuk menjajaki kekuatan Belanda. Dan menjadi spionase tentu saja mesti total. Saat pergolakan G30S yang membawa-bawa nama PKI, PGRS, dan Paraku, ia ditunjuk oleh Pangdam Tanjungpura saat itu, AS Witono untuk memimpin misi sosial dan gerakan pembauran etnis Tionghoa. Peralihan Orde Lama ke Orde Lama banyak memeras tenaganya.
Pada masa Orde Baru, ia diharuskan mengganti nama, dari nama Tionghoa ke nama yang lebih Indonesia. Pada masa 1970-an ia lebih dikenal dengan nama Petrus Limbung. Petrus adalah nama baptisnya, sedangkan Limbung adalah desa kelahirannya. Ia masih aktif di perpolitikan sampai pertengahan tahun 1970-an. Jabatan terakhirnya adalah Ketua V Golkar Kalbar.
Masa tua dan meninggal
Pada masa tuanya, ia tak pernah menerima penghargaan, materi, atau piagam apapun. Bahkan saat pihak keluarga ingin mengambil uang pensiun, mereka pun ditolak. Keluarga Lim masih memegang SK itu, tetapi SK tersebut ditolak dengan berbagai alasan. Pada tahun 1981, keluarga Lim dikecewakan oleh kepemimpinan walikota T.B. Hisny Halir, pemerintah Kota Pontianak tidak pernah memberikan pengakuan atau santunan seperti tokoh pejuang Kalbar lainnya.
Ia meninggal pada 30 April 1981 di Pontianak. Tepatnya, ia meninggal di rumahnya, Jalan Juanda (sekarang pusat bisnis).
Penghargaan
Pada 2011 yang lalu, Ketua Dewan Angkatan Pejuang 45 Nasional, Syafaruddin Usman menyerahkan penghargaan kepada 5 tokoh pejuang dari Kalimantan Barat. Penyerahan untuk Lim Bak Meng diserahkan melalui Ketua Umum Majelis Adat Budaya Tionghoa Kalbar, Harso Utomo Suwito dan selanjutnya diserahkan kepada satu di antara anak almarhum Lim Bak Meng yaitu Andreas Hadi Limbung.